Di Padukuhan Plampang 1, Kelurahan Kalirejo, terdapat sebuah kelompok seni tradisional yang dikenal dengan nama "Langen Turonggo Jati," sebuah grup jathilan yang telah menjadi bagian dari kekayaan budaya daerah tersebut. Jathilan, yang merupakan tarian tradisional Jawa dengan kuda lumping sebagai salah satu ciri khasnya, hampir hilang pada awal 2001. Namun, berkat upaya keras dan semangat dari ketua yang sekarang, kelompok ini berhasil bangkit kembali, membawa warisan budaya yang nyaris punah tersebut hidup kembali.
Kebangkitan Langen Turonggo Jati bukanlah hal yang mudah. Awalnya, kebudayaan ini sempat terancam hilang karena kurangnya minat dan perhatian dari generasi muda. Namun, dengan dorongan dan inspirasi dari pemimpin mereka, semangat para anggota mulai tumbuh kembali. Mereka menggelar latihan rutin, tidak hanya untuk memperdalam gerakan tarian, tetapi juga untuk menguasai musik pengiring yang menjadi bagian penting dari pertunjukan jathilan.
Dalam versi klasik, musik pengiring terdiri dari alat-alat tradisional seperti angklung dan bender. Versi ini mempertahankan esensi jathilan yang otentik, memberikan pengalaman yang lebih tradisional. Namun, seiring waktu, muncul pula versi kreasi yang lebih modern. Versi ini lahir dari keinginan para pemuda Plampang 1 yang ingin membawa nuansa baru dalam pertunjukan mereka. Alat musik seperti saron dan gong mulai ditambahkan, menciptakan kolaborasi unik antara elemen tradisional dan modern. Keinginan untuk berkreasi ini muncul dari semangat muda yang ingin mengembangkan kemampuan mereka, termasuk mempelajari dan menguasai alat-alat musik tersebut hingga menghasilkan musik yang modern.
Langen Turonggo Jati tidak hanya bangkit kembali, tetapi juga berhasil meraih prestasi di tingkat kabupaten. Pada tahun 1998, ketika kelompok ini masih memainkan versi klasik, mereka berhasil meraih juara pertama di ajang lomba jathilan tingkat kabupaten.
Keunikan Langen Turonggo Jati dibandingkan dengan kelompok jathilan dari dukuh lain terletak pada kemampuannya untuk membawa dua versi jathilan, klasik dan kreasi, dalam satu grup. Kelompok ini tidak hanya mempertahankan warisan budaya lama, tetapi juga menciptakan inovasi, yang memungkinkan jathilan tetap relevan dan menarik di tengah perubahan zaman.
“Musik adalah elemen kunci dalam setiap penampilan jathilan, perbedaannya dengan pedukuhan lainnya karena dapat membawakan dua versi jathilan: klasik dan kreasi,” ucap Pak Kustanto ketua jathilan.
Setiap kali Langen Turonggo Jati tampil, dari dentingan saron hingga tabuhan angklung, dari tarian kuda lumping yang energetik hingga gerakan yang penuh makna, semuanya bersatu untuk menciptakan pertunjukan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memperdalam rasa cinta terhadap budaya lokal.
Dengan semangat yang tak pernah padam, Langen Turonggo Jati terus menjaga agar jathilan tetap hidup dan berkembang, menyatukan generasi muda dengan warisan leluhur mereka. Tradisi ini, meski telah bertransformasi, tetap menjadi simbol kekuatan budaya yang menghormati masa lalu.